Sunday, April 18, 2010

Sedikit Pemikiran Tentang Khusyu'

assalaamu’alaikum wr. wb.

Khusyu’ dalam shalat adalah impian setiap Muslim. Keadaan semacam ini telah banyak diceritakan dalam kisah-kisah inspiratif dari masa lampau yang mengundang decak kagum. Sebutlah misalnya tentang seorang sahabat Rasulullah saw. yang tubuhnya tertembus panah, kemudian ia minta agar panah tersebut dicabut ketika ia sedang shalat saja. Ketika anak panah itu dicabut, ia seolah tidak merasakan sakit sama sekali lantaran khusyu’ dalam shalatnya.

Gerangan kondisi semacam apakah khusyu’ itu sebenarnya? Apakah khusyu’ itu berarti tidak memikirkan apa pun selain shalat? Apakah kita seharusnya tidak mempedulikan hal-hal duniawi ketika shalat?


Anggapan bahwa orang yang shalat dengan khusyu’ hanya memfokuskan pikirannya pada satu kegiatan (yaitu shalat) agaknya malah terbantahkan dengan berbagai teladan yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw. Beliau bahkan pernah melakukan shalat sambil mengasuh anaknya. Ketika berdiri, anak itu digendongnya, dan ketika ruku’ atau sujud, anak itu pun diturunkannya. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa beliau telah membagi pikirannya ketika shalat. Di lain pihak, kita tidak mungkin menuduh Rasulullah saw. telah melaksanakan shalat dengan tidak khusyu’. Kalau beliau saja tidak khusyu’, lalu siapa yang bisa melakukannya?

Di lain kesempatan, Rasulullah saw. juga pernah mempersingkat shalat berjamaah yang dipimpinnya karena mendengar tangisan seorang anak. Beliau mempersingkat shalat karena sadar bahwa sang ibu pastilah merasa khawatir karena mendengar tangisan anaknya. Artinya, beliau sempat berpikir dan membuat keputusan penting ketika sedang melakukan shalat. Sekali lagi, Rasulullah saw. adalah contoh terbaik dalam hal shalat khusyu’. Hal ini tidak bisa dibantah oleh siapa pun.

Jadi, bagaimanakah khusyu’ itu sebenarnya?

Memusatkan pikiran kepada satu hal dalam shalat agaknya tidaklah dimungkinkan. Shalat itu sendiri terdiri dari berbagai gerakan dan bacaan. Kita harus mengendalikan ucapan kita, membaca doa-doa dan ayat-ayat Al-Qur’an menurut aturan tertentu, dan hal itu pasti menuntut pembagian konsentrasi. Demikian pula pengaturan gerakan pastilah memerlukan kesadaran yang cukup. Jika kita melepaskan kesadaran dalam segala hal, maka barangkali shalat kita akan tampak seperti tari-tarian orang yang menelan ekstasi atau orang yang sedang kesurupan. Tapi shalat tidak seperti demikian. Shalat adalah rangkaian perbuatan yang dilakukan secara teratur dengan penuh kesadaran.

Sebagai seorang hamba yang penguasaannya terhadap Al-Qur’an masih sangat minim, tidak ada pilihan lain bagi saya kecuali mengutip dua buah ayat yang sudah sangat terkenal mengenai shalat :

Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya shalat itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menjumpai Rabb mereka dan sesungguhnya mereka akan kembali kepada-Nya. (Q.S. al-Baqarah [2] : 45 – 46)

Hati saya sedikit terhibur karena Allah SWT sendiri mengatakan bahwa shalat itu berat (yang artinya memang seharusnya kita merasa bahwa shalat itu adalah suatu ibadah yang cukup kompleks). Pada ayat ke-45 di atas, Allah menegaskan bahwa hanya orang-orang yang khusyu’ sajalah yang bisa mendapatkan manfaat terbesar dalam shalat. Ayat selanjutnya memberi kita informasi yang kita butuhkan untuk memahami makna khusyu’ yang sebenarnya.

Cukup sederhana, ternyata. Mereka yang khusyu’ ditandai oleh sebuah sifat : yakin bahwa dirinya akan menjumpai Allah (dalam shalat) dan suatu hari nanti akan kembali kepada-Nya. Sederhana, tapi bukan perkara yang mudah.

Hal ini kemudian membawa kita pada berbagai konsekuensi. Barangkali perlu dibuat berjilid-jilid buku untuk menjabarkan keseluruhan konsekuensi dari khusyu’ tersebut. Yang jelas, mereka yang khusyu’ ditandai oleh sikap khidmatnya yang luar biasa ketika sedang melaksanakan shalat, karena mereka yakin bahwa mereka tengah ‘berjumpa’ dengan Rabb-nya, yaitu Dzat yang memiliki dirinya dan menjadi satu-satunya tempat kembali untuknya kelak. Tentu saja masih banyak sikap lainnya yang akan muncul di luar shalat sebagai konsekuensi dari keyakinan ini, namun itu masalah lain lagi.

Sekarang kita telah memiliki sedikit gambaran mengenai sikap khusyu’ dalam shalat. Konkretnya, kita harus meyakini bahwa ketika shalat kita sedang menghadap Allah SWT, bukan yang lain. Dengan demikian, kita harus mengatur setiap ucapan dan gerakan kita.

Sebagai perbandingan, anggaplah Anda sedang berbincang-bincang dengan seorang ulama yang paling Anda hormati. Bagaimanakah sikap Anda? Tentu Anda akan mengatur ucapan Anda, khawatir kalau-kalau Anda akan memberikan kesan buruk di hadapannya. Setiap kata yang mengalir dari mulut akan dipilih baik-baik dan diusahakan terucap dengan sejelas mungkin. Tidak terburu-buru, tapi juga tidak terlalu lambat.

Bagaimana dengan bahasa tubuh Anda? Tentu saja Anda tidak akan bergerak serampangan. Anda tidak akan mengobrol dengannya sekedar basa-basi. Anda tentu akan berbincang-bincang dengan sangat serius dan tidak membuat gerakan yang tidak perlu. Anda tidak akan menggaruk-garuk ketiak di hadapan seseorang yang amat dihormati, bukan?

Sekarang refleksikanlah sikap tersebut dengan shalat Anda! Tentu saja Allah SWT jauh lebih mulia daripada ulama mana pun, bahkan Dia-lah Yang Maha Mulia, tidak ada bandingannya dengan apa pun. Jika kita mengatur ucapan dan gerak-gerik kita di hadapan seorang ulama, lebih-lebih lagi di hadapan Allah!

Kita berdiri tegak untuk shalat dengan postur yang sempurna layaknya prajurit yang akan melaksanakan upacara bendera. Kita bersiap untuk melakukan sesuatu yang amat formal. Ketika akan bertemu Allah SWT, tentu saja kita dituntut untuk mengatur sikap. Kita menundukkan wajah kita, menatap ke arah sujud karena rasa takut dan khidmat kepada Allah. Kehadiran-Nya bisa dirasakan di seluruh ruangan, bahkan seluruh alam berkhidmat kepada-Nya.

Kemudian mulailah kita mengangkat tangan untuk takbiratul ihram. Tidak perlu terburu-buru, tidak perlu dilambat-lambatkan. Gunakanlah waktu secukupnya untuk tetap merasakan kehadiran-Nya. Setelah itu, mulailah membaca surah Al-Fatihah dan seterusnya dengan tertib. Tidak boleh ada kata yang salah terucap, huruf yang tidak jelas makhraj-nya, kalimat yang tidak jelas maknanya, bacaan yang kita tidak mengerti maksudnya, dan penuturannya pun harus terlantun dengan indah bagaikan lagu. Kita tengah berhadapan dengan Allah.

Setelah selesai membaca Al-Fatihah dan beberapa ayat tambahan, maka kita mulai melakukan ruku’. Gerakan ini tidak dimulai jika bacaan kita belum selesai. Sebaliknya, bacaan ruku’ pun tidak dilakukan sebelum kita benar-benar sampai pada posisi akhir ruku’ tersebut. Segalanya harus tertib dan formal. Di hadapan kita ada Allah Yang Maha Melihat.

Selanjutnya, setiap gerakan dan bacaan harus dilakukan dengan tertib, tidak saling mengejar dan memburu. Selesaikan sebuah gerakan, baru membaca doa. Selesaikan doa, baru melakukan gerakan berikutnya. Tidak boleh ada overlap dalam sebuah ibadah formal. Ini tidak main-main. Demikian seterusnya hingga akhirnya kita mengucapkan salam sebagai tanda selesainya ibadah shalat. Setiap rukun shalat harus ditunaikan sebaik mungkin, serapi mungkin, dan tertib.

Barangkali sahabat yang tertusuk anak panah tadi juga merasa sakit ketika anak panah itu dicabut dari tubuhnya ketika shalat. Hanya saja, ia begitu merasa takut di hadapan Allah dan berusaha sedemikian kerasnya untuk bersikap tertib ketika shalat. Ia tidak berani untuk sekedar mengaduh atau meringis kesakitan. Ia tahu persis bahwa shalat adalah ibadah yang bukan main-main. Ini ibadah serius.

wassalaamu’alaikum wr. wb.

Sumber: http://akmal.multiply.com


Anda sedang membaca artikel tentang Sedikit Pemikiran Tentang Khusyu' dan anda bisa menemukan artikel Sedikit Pemikiran Tentang Khusyu' ini dengan url http://satriaikhlas.blogspot.com/2010/04/sedikit-pemikiran-tentang-khusyu.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Sedikit Pemikiran Tentang Khusyu' ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Sedikit Pemikiran Tentang Khusyu' sumbernya.

0 comments:

 

Insan Kamil © 2008 using D'Bluez Theme Designed by Ipiet Supported by Tadpole's Notez Based on FREEmium theme Blogger Templates